Ta'lim ( Ringkasan )
Belajar dalam Kitab Ta’lim Muta’allim
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Belajar merupakan kebutuhan setiap individu.
Tanpa belajar
seseorang tak akan mampu menjalani kehidupannya dengan baik. Islam
mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. ﺐﻠﻃ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﺔﻀﻳﺮﻓ ﻰﻠﻋ ﻞﻛ ﻢﻠﺴﻣ ﻭ
ﺔﻤﻠﺴﻣ, demikian Islam menyampaikan kewajiban menuntut ilmu bagi seluruh
umatnya. Dalam belajar Islam memberikan cara-cara yang sangat teratur dan
sistematis. Semua telah diatur untuk memperoleh hasil yang maksimal. Di
samping teori-teori belajar menurut para ilmuwan barat, jauh sebelum
semua itu muncul Islam telah mengaturnya dalam kitab ta’limul muta’allim
dan kitab-kitab Islam yang lain. Yang kesemuanya itu jika dilaksanakan
dalam proses pembelajaran akan memberikan manfaat yang luar biasa.
Menuntut ilmu bukan sekedar transfer ilmu untuk kepentingan dunia saja,
bukan hanya untuk kecerdasan akal saja tanpa memperhatikan spiritualitas
dan akhlak. Lebih dari itu Islam mengajarkan bahwa belajar itu untuk
kepentingan dunia akhirat. Sehingga belajar haruslah mencakup segala
aspek, mulai dari kecerdasan akal hingga kecerdasan akhlak untuk
kehidupan sehari-hari. Karena itu, di sini penulis menjelaskan konsep
pembelajaran menurut Islam, khususnya yang dijelaskan dalam kitab
ta’limul muta’allim. Karena sebagai umat Islam, sudah seyogyanya kita
memahami untuk kemudian kita aplikasikan dalam proses pembelajaran agar
nantinya dapat memberikan hasil yang maksimal.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep belajar dalam kitab ta’limul muta’allim?
2. Apa
syarat-syarat mu’allim, muta’allim dan musyaarik dalam pembelajaran?
C.
Tujuan Makalah
1. Mengetahui konsep belajar dalam kitab ta’limul
muta’allim.
2. Mengetahui syarat-syarat mu’allim, muta’allim dan
musyaarik dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN KONSEP PEMBELAJARAN
MENURUT KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM
Menurut al-Zarnuji tujuan
belajar/pendidikan Islam berikut ini:
ﻰﻐﺒﻨﻳﻭ ﻥﺃ ﻱﻮﻨﻳ ﻢﻠﻌﺘﻤﻟﺍ ﺐﻠﻄﻳ ﻢﻠﻌﻟﺍ
ﺎﺿﺭ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﺭﺍﺪﻟﺍﻭ ﺓﺮﺧﻵﺍ ﺔﻟﺯﺍﻭ ﻞﻬﺠﻟﺍ ﻦﻣ ﻪﺴﻔﻧ ﻦﻋﻭ ﺮﺋﺎﺳ ﻝﺎﻬﺠﻟﺍ ﺀﺎﻴﺣﺇﻭ
ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻭ ﺀﺎﻘﺑﺇﻡﻼﺳﻹﺍ ﻥﺄﻓ ﺀﺎﻘﺑ ﻡﻼﺳﻹﺍ .ﻢﻠﻌﻟﺎﺑ ﺢﺼﻳﻻﻭ ﺪﻫﺰﻟﺍ ﻯﻮﻘﺘﻟﺍﻭ ﻊﻣ .ﻞﻬﺠﻟﺍ
ﺪﺸﻨﻟﺍﻭ ﺦﻴﺸﻟﺍ ﻡﺎﻣﻹﺍ ﻞﺟﻷﺍ ﻥﺎﻫﺮﺑ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﺐﺣﺎﺻ :ﻢﻬﻀﻌﺒﻟ ﺍﺮﻌﺷ ﺔﻳﺍﺪﻬﻟﺍ ﺩﺎﺴﻓ ﺮﻴﺒﻛ
ﻢﻟﺎﻋ * ﻚﺘﻬﺘﻣ ﻚﺴﻨﺘﻣ ﻞﻫﺎﺟ ﻪﻨﻣ ﺮﺒﻛﺃﻭ ﺎﻤﻫ ﺔﻨﺘﻓ ﻲﻓ ﻦﻴﻤﻟﺎﻌﻟﺍ .ﻚﺴﻤﺘﻳ ﻪﻨﻳﺩ ﻰﻓ
ﺎﻤﻬﺑ ﻦﻤﻟ * ﺔﻤﻴﻈﻋ
Maksudnya: Seseorang yang menuntut ilmu harus bertujuan
mengharap rida Allah, mencari kebahagiaan di akhirat, menghilangkan
kebodohan baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, menghidupkan
agama, dan melestarikan Islam. Karena Islam itu dapat lestari, kalau
pemeluknya berilmu. Zuhud dan takwa tidak sah tanpa disertai ilmu. Syekh
Burhanuddin menukil perkataan ulama sebuah syair: “orang alim yang
durhaka bahayanya besar, tetapi orang bodoh yang tekun beribadah justru
lebih besar bahayanya dibandingkan orang alim tadi. Keduanya adalah
penyebab fitnah di kalangan umat, dan tidak layak dijadikan panutan.
Selanjutnya al-Zarnuji berkata:
ﻱﻮﻨﻳﻭ ﻪﺑ ﺮﻜﺸﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺔﻤﻌﻧ ﻞﻘﻌﻟﺍ ﺔﺤﺻﻭ ﻥﺪﺒﻟﺍ
ﻻﻭ ﻯﻮﻨﻳ ﻪﺑ ﻝﺎﺒﻗﺍ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻻﻭ ﺏﻼﺠﺘﺳﺍ ﻡﺎﻄﺣ
ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﺔﻣﺍﺮﻜﻟﺍﻭ ﺪﻨﻋ ﻥﺎﻄﻠﺴﻟﺍ
.ﻩﺮﻴﻏﻭ ﻝﺎﻗ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑﺍ ﻦﺴﺤﻟﺍ ﻪﻤﺣﺭ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﻮﻟ ﻥﺎﻛ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻢﻬﻠﻛ .ﻢﻬﺋﻵﻭ ﻦﻋ
ﺕﺃﺮﺒﺗ ﻭ ﻢﻬﺘﻘﺘﻋﻻ ﻯﺪﻴﺒﻋ
Maksudnya: Seseorang yang menuntut ilmu haruslah
didasari atas mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Dan dia tidak
boleh bertujuan supaya dihormati manusia dan tidak pula untuk
mendapatkan harta dunia dan mendapatkan kehormatan di hadapan pejabat
dan yang lainnya. Sebagai akibat dari seseorang yang merasakan lezatnya
ilmu dan mengamalkannya, maka bagi para pembelajar akan berpaling halnya
dari sesuatu yang dimiliki oleh orang lain. Demikian pendapat
al-Zarnuji, seperti statemen berikut ini:
ﻦﻣﻭ ﺪﺟﻭ ﺓﺬﻟ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﻞﻤﻌﻟﺍﻭ ﻪﺑ
ﺎﻤﻠﻗ ﺎﻤﻴﻓ ﺪﻨﻋ .ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺪﺸﻧﺍ ﺦﻴﺸﻟﺍ ﻡﺎﻣﻹﺍ ﻞﺟﻵﺍ ﺫﺎﺘﺳﻷﺍ ﻡﺍﻮﻗ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻦﻳﺪﻟﺍﺩﺎﻤﺣ
ﻢﻫﺍﺮﺑﺍ ﻦﺑ ﻞﻴﻋﺎﻤﺳﺍ ﺭﺎﻔﺼﻟﺍ ﻱﺭﺎﺼﻧﻷﺍ ﺀﻶﻣﺍ : ﺍﺮﻌﺷ ﻰﻟﺎﻌﺗ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻤﺣﺭ ﺔﻔﻴﻨﺣ ﻲﺑﻻ
ﻦﻣ ﺐﻠﻃ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﺩﺎﻌﻤﻠﻟ * ﺯﺎﻓ ﺩﺎﺷﺮﻟﺍ ﻦﻣ ﻞﻀﻔﺑ ﻥﺍﺮﺴﺨﻟﺎﻴﻓ ﻪﺒﻟﺎﻃ * ﻞﻴﻨﻟ .ﺩﺎﺒﻌﻟﺍ
ﻦﻣ ﻞﻀﻓ
Maksudnya: Barangsiapa dapat merasakan lezat ilmu dan nikmat
mengamalkannya, maka dia tidak akan begitu tertarik dengan harta yang
dimiliki orang lain. Syekh Imam Hammad bin Ibrahim bin Ismail Assyafar
al-Anshari membacakan syair Abu Hanifah: Siapa yang menuntut ilmu untuk
akhirat, tentu ia akan memperoleh anugerah kebenaran/ petunjuk. Dan
kerugian bagi orang yang mencari ilmu hanya karena mencari kedudukan di
masyarakat. Tujuan pendidikan menurut al-Zarnuji sebenarnya tidak hanya
untuk akhirat (ideal), tetapi juga tujuan keduniaan (praktis), asalkan
tujuan keduniaan ini sebagai instrumen pendukung tujuan- tujuan
keagamaan.
Seperti pendapat al-Zarnuji berikut ini:
ﻢﻬﻠﻟﺍ ﻻﺍ ﺍﺫﺍ ﺐﻠﻃ
ﻩﺎﺠﻟﺍ ﺮﻜﻨﻤﻟﺍ ﻦﻋ ﻰﻬﻨﻟﺍﻭ ﻑﻭﺮﻌﻤﻟﺎﺑ ﺮﻣﻸﻟ ﺬﻴﻔﻨﺗﻭ ﻖﺤﻟﺍ ﺯﺍﺰﻋﺍﻭ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻻ ﻪﺴﻔﻨﻟ
ﻩﺍﻮﻫﻭ ﺯﻮﺠﻴﻓ ﻚﻟﺫ ﺭﺪﻘﺑ ﻰﻬﻨﻟﺍﻭ ﻑﻭﺮﻌﻤﻟﺎﺑ ﺮﻣﻷﺍ ﻪﺑ ﻢﻴﻘﻳﺎﻣ ﻦﻋ .ﺮﻜﻨﻤﻟﺍ ﻰﻐﺒﻨﻳﻭ
ﺐﻟﺎﻄﻟ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﻥﺃ ﺮﻜﻔﺘﻳ ﻲﻓ ﻚﻟﺫ ﻪﻧﺈﻓ ﻢﻠﻌﺘﻳ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﺪﻬﺠﺑ ﺮﻴﺜﻛ ﻼﻓ ﻪﻓﺮﺼﻳ ﻰﻟﺍ
ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﺓﺮﻴﻘﺤﻟﺍ ﺔﻠﻴﻠﻘﻟﺍ :ﺮﻌﺷ ﺔﻴﻧﺎﻔﻟﺍ ﻲﻫ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ﻞﻗﺍ ﻦﻣ * ﻞﻴﻠﻘﻟﺍ ﻞﻴﻟﺬﻟﺍ ﻦﻣ
ّﻝﺫﺍ ﺎﻬﻘﺷﺎﻋﻭ ﻢﺼﺗ ﺎﻫﺮﺤﺴﺑ ﺎﻣﻮﻗ ﻭ ﻲﻤﻌﺗ * .ﻞﻴﻟﺩ ﻼﺑ ﻥﻭﺮﻴﺤﺘﻣ ﻢﻬﻓ
Maksudnya:
Seseorang boleh memperoleh ilmu dengan tujuan untuk memperoleh
kedudukan, kalau kedudukan tersebut digunakan untuk amar makruf nahi
munkar, untuk melaksanakan kebenaran dan untuk menegakkan agama Allah.
Bukan mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, dan tidak pula karena
memperturutkan nafsu. Seharusnyalah bagi pembelajar untuk
merenungkannya, supaya ilmu yang dia cari dengan susah payah tidak
menjadi sia-sia. Oleh karena itu, bagi pembelajar janganlah mencari ilmu
untuk memperoleh keuntungan dunia yang hina, sedikit dan tidak kekal.
Seperti kata sebuah syair: Dunia ini lebih sedikit dari yang sedikit,
orang yang terpesona padanya adalah orang yang paling hina. Dunia dan
isinya adalah sihir yang dapat menipu orang tuli dan buta. Mereka adalah
orang-orang bingung yang tak tentu arah, karena jauh dari petunjuk.
Menurut al-Syaibani bahwa ada tiga bidang perubahan yang diinginkan dari
tujuan pendidikan yaitu tujuan-tujuan yang bersifat individual; tujuan-
tujuan sosial dan tujuan-tujuan professional. Kalau dilihat dari
tujuan-tujuan pembelajar dalam konsep al-Zarnuji, maka menghilangkan
kebodohan dari diri pembelajar, mencerdaskan akal, mensyukuri atas
nikmat akal dan kesehatan badan, merupakan tujuan-tujuan yang bersifat
individual. Karena dengan tiga hal tersebut akan dapat mempengaruhi
perubahan tingkah laku, aktivitas dan akan dapat menikmati kehidupan
dunia dan menuju akhirat. Tujuan pembelajar mencari ilmu untuk
menghilangkan kebodohan dari anggota masyarakat (mencerdaskan
masyarakat), menghidupkan nilai- nilai agama, dan melestarikan Agama
Islam adalah merupakan tujuan-tujuan sosial. Karena dengan tiga tujuan
tersebut berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan,
dengan tingkah laku masyarakat pada umumnya. Dari tujuan-tujuan sosial
ini, al-Zarnuji melihat bahwa kesalehan dan kecerdasan itu tidak hanya
saleh dan cerdas untuk diri sendiri, tetapi juga harus mampu
mentransformasikannya ke dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan tujuan
professional, berhubungan dengan tujuan seseorang mencapai ilmu itu
ialah menguasai ilmu yang berimplikasi pada pencapaian kedudukan. Namun
kedudukan yang telah dicapai itu adalah dengan tujuan-tujuan
kemaslahatan umat secara keseluruhan. Memperoleh kedudukan di masyarakat
tidak lain haruslah dengan ilmu, dan menguasainya. Baik tujuan
individual, sosial dan professional haruslah atas dasar memperoleh
keridaan Allah dan kebahagiaan akhirat. Untuk itulah nampaknya
al-Zarnuji menempatkan mencari rida Allah dan kebahagiaan akhirat
menjadi awal dari segala tujuan (nilai sentral) bagi pembelajar. Tujuan
pembelajar memperoleh ilmu yang dikemukakan oleh al-Zarnuji jika dilihat
dari aliran pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Ridha, maka
al-Zarnuji termasuk dalam aliran Konservatif Religius. Aliran
konservatif religius, menafsirkan realitas jagad raya berpangkal dari
ajaran agama sehingga semua yang menyangkut tujuan belajar, pembagian
ilmu, etika guru dan murid dan komponen pendidikan lainnya harus berpangkal dari ajaran agama. Tujuan keagamaan
adalah sebagai tujuan belajar. Menempatkan al-Zarnuji dalam aliran
religius konservatif, karena ia menafsirkan realitas jagad raya
berpangkal dari ajaran agama sehingga semua yang menyangkut tujuan
belajar harus berpangkal dari ajaran agama. Tujuan keagamaan adalah
sebagai tujuan belajar. Bingkai agama harus menyinari seluruh aktivitas
pembelajar dalam memperoleh ilmu. Sehingga boleh saja pembelajar
bertujuan mencari kedudukan dalam memperoleh ilmu, tetapi kedudukan itu
harus difungsikan untuk tujuan-tujuan keagamaan yakni amar makruf nahi
munkar, menegakkan kebenaran, dan untuk menegakkan agama Allah.
Bagaimana menurut al-Zarnuji mengenai proses perkembangan pribadi
manusia? Secara eksplisit al-Zarnuji tidak menyebutkan, tetapi secara
implisit dapat memberi gambaran kepada pembaca bahwa al-Zarnuji lebih
cenderung kepada aliran konvergensi[1] dengan penambahan nilai-nilai
Islam. Berikut statemennya:
ﺎﻣﺍﻭ ﺭﺎﻴﺘﺧﺍ ﺫﺎﺘﺳﻷﺍ ﻰﻐﺒﻨﻴﻓ ﻥﺃ ﺭﺎﺘﺨﻳ ﻢﻠﻋﻻﺍ
ﻉﺭﻭﻻﺍﻭ ﻦﺳﻻﺍﻭ ﺎﻤﻛ ﺭﺎﺘﺧﺍ ﻮﺑﺍ ﺔﻔﻴﻨﺣ ﺬﺌﻨﻴﺣ ﺩﺎّﻤﺣ ﻦﺑ ﻲﺑﺍ ﻥﺎﻤﻴﻠﺳ ﺪﻌﺑ ﺪﻌﺑ
ﻞﻣﺄﺘﻟﺍ .ﺮﻜﻔﺘﻟﺍﻭ ﻝﺎﻗﻭ ﻮﺑﺍ ﺔﻔﻴﻨﺣ ﻪﻤﺣﺭ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻟﺎﻌﺗ : ﻪﺗﺪﺟﻭ ﺎﺨﻴﺷ ﺍﺭﻮﻗﻭ ﺎﻤﻴﻠﺣ
:ﻝﺎﻗﻭ.ﺍﺭﻮﺒﺻ .ﺖﺒﻨﻓ ﻥﺎﻤﻴﻠﺳ ﻲﺑﺃ ﻦﺑ ﺩﺎﻤﺣ ﺪﻨﻋ ﺖﺒﺛ
Maksudnya: Adapun cara
memiluh ustadz, maka seseorang yang sedang menuntut ilmu hendaklah
mencari ustadz yang paling alim, yang paling wara’ (menjauhkan diri dari
dosa, maksiat, dan perkara yang syubhat), dan yang paling tua.
Sebagaimana setelah Abu Hanifah merenung dan berpikir, maka dia memilih
ustadz Hammad bin Abi Sulaiman, karena beliau mempunyai kriteria
tersebut. Selanjutnya Abu Hanifah berkata : Beliau adalah seorang ustadz
yang berakhlak mulia, penyantun dan penyabar. Aku bertahan menuntut
ilmu ilmu kepadanya hingga aku seperti sekarang ini. Begitu pentingnya
tema memilih ustadz ini, al-Zarnuji mengutip perkataan orang bijak yaitu
jika kamu pergi menuntut ilmu ke Bukhara, maka jangan tergesa-gesa
memilih pendidik, tapi menetaplah selama dua bulan hingga kamu berpikir
untuk memilih ustadz. Karena bila kamu langsung memilih kepada orang
yang alim, maka kadang-kadang cara mengajarnya kurang enak menurutmu,
kemudian kamu tinggalkan dan pindah kepada orang alim yang lain, maka
belajarmu tidak akan diberkati. Oleh karena itu, selama dua bulan itu
kamu harus berpikir dan bermusyawarah untuk memilih ustadz, supaya kamu
tidak meninggalkannya dan supaya betah bersamanya hingga ilmumu berkah
dan bermanfaat. Seorang pelajar tidak hanya bersungguh- sungguh memilih
ustadz yang akan memberi pengaruh kepadanya tetapi juga memilih teman
yang tepat. Berikut pernyataan al-Zarnuji:
ﻭ ﺎﻣﺃ ﺭﺎﻴﺘﺧﺍ ﻚﻳﺮﺸﻟﺍ ﻰﻐﺒﻨﻴﻓ ﻥﺃ
ﺭﺎﺘﺨﻳ ﺪﺠﻤﻟﺍ ﻉﺭﻮﻟﺍﻭ ﺐﺣﺎﺻﻭ ﻊﺒﻄﻟﺍ ﻢﻴﻘﺘﺴﻤﻟﺍ ﻢﻬﻔﺘﻤﻟﺍﻭ ﻭ ﺮﻔﻳ ﻦﻣ ﻥﻼﺴﻜﻟﺍ
ﻞﻄﻌﻤﻟﺍﻭ :ﻞﻴﻗ .ﻥﺎﺘﻔﻟﺍﻭ ﺪﺴﻔﻤﻟﺍﻭ ﺭﺎﺜﻜﻤﻟﺍﻭ ﻦﻋ ﻯﺀﺮﻤﻟﺍ ﻝﺄﺴﺗ ﺮﺼﺑﺍﻭ ﻪﺘﻨﻳﺮﻗ * ﻥﺈﻓ
ﻦﻳﺮﻘﻟﺍ ﻥﺭﺎﻘﻤﻟﺎﺑ ﻱﺪﺘﻘﻳ ﻥﺈﻓ ﻥﺎﻛ ﺮﺷﺍﺫ ﻪﺒﻨﺠﻓ ﺔﻋﺮﺳ * ﻯﺪﻬﺗ ﻪﻧﺭﺎﻘﻓ ﺮﻴﺧ ﺍﺫ ﻥﺎﻛ
ﻥﺇﻭ :ﺕﺪﺸﻧﺍﻭ ﺐﺤﺼﺗﻻ ﻥﻼﺴﻜﻟﺍ ﻲﻓ ﻪﺗﻻﺎﺣ * ﺪﺴﻔﻳ ﺮﺧﺁ ﺩﺎﺴﻔﺑ ﺢﻟﺎﺻ ﻢﻛ ﻯﻭﺪﻋ ﺪﻴﻠﺒﻟﺍ
ﺪﻴﻠﺠﻟﺍ ﺔﻌﻳﺮﺳ * ﺮﻤﺠﻟﺎﻛ ﻊﺿﻮﻳ ﻲﻓ ﺪﻤﺨﻴﻓ ﺩﺎﻣﺮﻟﺍ ﻝﺎﻗﻭ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﺓﻼﺼﻟﺍ :ﻡﻼﺴﻟﺍﻭ
ﻞﻛ ﺩﻮﻟﻮﻣ ﺪﻟﻮﻳ ﻰﻠﻋ ﺓﺮﻄﻓ ﻡﻼﺳﻹﺍ ﻻﺍ ﻥﺃ ﻩﺍﻮﺑﺍ ﻪﻧﺍﺩﻮﻬﻳ .ﻪﻧﺎﺴﺠﻤﻳﻭ ﻪﻧﺍﺮﺼﻨﻳﻭ
Maksudnya: Pembelajar harus memilih berteman dengan orang yang tekun
belajar, yang wara’, yang mempunyai watak istiqamah dan suka berpikir.
Dan menghindari berteman dengan pemalas, banyak bicara, perusak dan
tukang fitnah. Seorang penyair berkata : “Janganlah bertanya tentang
kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. Karena seseorang
biasanya mengikuti temannya. Kalau temanmu berbudi buruk, maka
menjauhlah segera. Dan bila berlaku baik maka bertemanlah dengannya,
tentu kamu akan mendapat petunjuk. Ada sebuah syair berbunyi: “Janganlah
sekali-kali bersahabat dengan seorang pemalas dalam segala tingkah
lakunya. Karena banyak orang yang menjadi rusak karena kerusakan
temannya. Karena sifat malas itu cepat menular.” Nabi Muhammad SAW
bersabda : Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orangtuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi beragama Yahudi,
Nasrani atau Majusi”. Lebih jelasnya masalah fitrah ini dijelaskan oleh
Nabi SAW berikut ini dan artinya:
ْﻦَﻋ ﻲِﺑَﺃ َﺓَﺮْﻳَﺮُﻫ ُﻪَّﻧَﺃ َﻥﺎَﻛ
ُﻝﻮُﻘَﻳ َﻝﺎَﻗ ُﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ﺎَﻣ ْﻦِﻣ
ٍﺩﻮُﻟْﻮَﻣ ﺎَّﻟِﺇ ُﺪَﻟﻮُﻳ ﻰَﻠَﻋ ِﺓَﺮْﻄِﻔْﻟﺍ ُﻩﺍَﻮَﺑَﺄَﻓ ِﻪِﻧﺍَﺩِّﻮَﻬُﻳ
ِﻪِﻧﺍَﺮِّﺼَﻨُﻳَﻭ ِﻪِﻧﺎَﺴِّﺠَﻤُﻳَﻭ ﺎَﻤَﻛ ُﺞَﺘْﻨُﺗ ُﺔَﻤﻴِﻬَﺒْﻟﺍ ًﺔَﻤﻴِﻬَﺑ
َﺀﺎَﻌْﻤَﺟ ْﻞَﻫ َﻥﻮُّﺴِﺤُﺗ ﺎَﻬﻴِﻓ ْﻦِﻣ َﺀﺎَﻋْﺪَﺟ َّﻢُﺛ ﻝﻮُﻘَﻳ َﺓَﺮْﻳَﺮُﻫ
ﻮُﺑَﺃ ﻲِﺘَّﻟﺍ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﺓَﺮْﻄِﻓ ) ْﻢُﺘْﺌِﺷ ْﻥِﺇ ﺍﻭُﺀَﺮْﻗﺍَﻭ َﺮَﻄَﻓ
َﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ ﺎَﻟ َﻞﻳِﺪْﺒَﺗ ِﻖْﻠَﺨِﻟ َﺔَﻳﺂْﻟﺍ ( ُﻢِّﻴَﻘْﻟﺍ ُﻦﻳِّﺪﻟﺍ
َﻚِﻟَﺫ ِﻪَّﻠﻟﺍ
Dari berbagai statemen al-Zarnuji tersebut menunjukkan
bahwa sifat dasar moral manusia itu bersifat good-interactive atau
fitrah positif-aktif dalam klasifikasi pemikiran pendidikan Islam yang
digagas oleh Ridha. Artinya, pada dasarnya manusia itu baik,
aktif/interaktif dan aksinya terhadap dunia luar bersifat proses
kerjasama antara potensi hereditas dan alam lingkungan pendidikan. Yakni
seseorang dapat saja dipengaruhi oleh alam lingkungannya secara penuh
atau sebaliknya dunia luar dipengaruhinya sehingga sesuai dengan
keinginannya. Atau dirinya dan dunia luar melebur menjadi tarik menarik
secara terus menerus dan saling pengaruh serta proses kerjasama. Namun
nampaknya al-Zarnuji lebih banyak menekankan kepada penataan lingkungan
soaial budaya, seperti memilih ustadz, memilih guru dan memilih
lingkungan tempat pembelajar menimba ilmu. Sekalipun demikian, belum
dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji beraliran Empirisme, karena pada bab
lain ia juga membicarakan tentang tawakkal. Tawakkal tentu merupakan
salah ciri dari yang beraliran Nativisme. Sehingga lebih tepat kalau
al-Zarnuji dikelompokkan kepada Konvergensi Plus. Karena bagaimanapun
juga manusia tidak lepas dari bawaan hereditasnya dan pengaruh alam
lingkungannya atau proses kerjasama antaara keduanya (interaktif). Namun
juga perlu diingat bahwa dalam sisi kehidupan ini kadang-kadang
disadari atau tidak ada ‘inayatullah (pertolongan Tuhan). Seperti halnya
kasus Kan’an (anak Nabi Nuh)
yang tetap ingkar sekalipun dibesarkan dan diasuh dalam lingkungan
kerasulan, isteri Fir’aun yang tetap wanita shalihah, sekalipun suaminya
seorang yang musyrik, istri Nabi Luth tetap durhaka kepada suaminya
sekalipun setiap harinya disinari oleh misi kerasulan dan lain-lain yang
dicontohkan dalam Alquran. Mungkin itulah yang dapat diistilahkan oleh
al-Zarnuji dengan istilah tawakkal.
BAB III
KESIMPULAN
Dari berbagai
bahasan yang dikemukakan dapatlah disimpulkan bahwa al-Zarnuji dalam
menentukan tujuan belajar/ pendidikan berorientasi kepada tujuan ideal
dan tujuan praktis, sekalipun lebih menekankan pada tujuan ideal. Karena
dia berkeyakinan bahwa tujuan ideal akan dapat mewarnai terhadap diri
pembelajar sehingga tujuan- tujuan praktis, seperti tujuan mencari ilmu
untuk memperoleh kedudukan haruslah diberdayakan kepada tujuan mencari
rida Allah dan kehidupan di akhirat. Sekalipun tujuan-tujuan yang
dikemukakannya belum terperinci, tetapi paling tidak benang merahnya
telah nampak yakni tujuan-tujuan itu haruslah ada tujuan yang bersifat
individual, sosial dan professional. Mengenai pendapatnya tentang konsep
sifat dasar moral manusia dan aksinya terhadap dunia luar, nampaknya
lebih cenderung kepada good- interactive atau fitrah positif-interaktif.
Artinya pada dasarnya cetakan manusia itu baik-interaktif dan merespon
terhadap lingkungan social budaya bersifat proses kerjasama atau
dialogis. Namun nampaknya al-Zarnuji lebih banyak menekankan kepada
penataan lingkungan sosial, seperti memilih guru, teman dan tempat agar
ilmu yang diperoleh pembelajar dapat bermanfaat, berkah sebagai hasil
dari pengaruh lingkungan tersebut. Demikianlah, mudah-mudahan tulisan
ini bermanfaat dunia akhirat
[1] bahwa perkembangan manusia itu berlangsung atas pengaruh dari faktor-faktor bakat/
kemampuan dasar dan alam sekitar.
copied from http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/05/belajar-dalam-kitab-talim-mutaalim.html?m=1
Komentar
Posting Komentar