3 Inti Ajaran Islam : Iman, Islam dan Ihsan
Posted on June 20, 2009 by Hilman Asmarahadi
Sejauh Mana Pemahaman Kita?
Tak terasa, sudah sejak lama sekali
(mungkin sudah 20-an tahun atau bahkan lebih) kita menjadi sebagai
seorang muslim. Nikmat yang besar ini patutlah kita syukuri, karena
banyak diantara manusia yang tidak memperoleh nikmat ini. Dan nikmat
inilah yang sangat menentukan bahagia atau sengsaranya kita di hari
akhir nanti.
Pada kesempatan ini, tidaklah kami ingin menanyakan ‘Sejak kapan kita masuk islam?’ atau ‘Bagaimana ceritanya kita masuk islam?’
karena jawaban pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar dan
paling penting. Namun pertanyaan paling penting yang harus kita
renungkan dan kita jawab pada setiap diri kita adalah: ‘Sudah sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?’
Pertanyaan inilah yang paling penting yang harus direnungkan dan
dijawab, karena jawaban pertanyaan inilah yang nantinya sangat
menentukan kualitas keislaman dan ketakwaan seseorang.
Alloh berfirman, “Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati di dalam kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.” (Al Ashr: 1-3)
Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Alloh ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (Al Hujurot: 13)
Pokok Ajaran Islam
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam
ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada
dalam Islam, mulai dari urusan buang air besar sampai urusan negara,
Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Alloh berfirman, “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
Salman Al-Farisi berkata,“Telah
berkata kepada kami orang-orang musyrikin, ‘Sesungguhnya Nabi kamu telah
mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai buang air besar!’ Jawab
Salman, ‘benar!” (Hadits Shohih riwayat Muslim). Semua ini
menunjukkan sempurnanya agama Islam dan luasnya petunjuk yang tercakup
di dalamnya, yang tidaklah seseorang itu butuh kepada petunjuk
selainnya, baik itu teori demokrasi, filsafat atau lainnya; ataupun
ucapan Plato, Aristoteles atau siapa pun juga.
Meskipun begitu luasnya petunjuk Islam,
pada dasarnya pokok ajarannya hanyalah kembali pada tiga hal yaitu
tauhid, taat dan baro’ah/berlepas diri. Inilah inti ajaran para Nabi dan
Rosul yang diutus oleh Alloh kepada ummat manusia. Maka barangsiapa
yang tidak melaksanakan ketiga hal ini pada hakikatnya dia bukanlah
pengikut dakwah para Nabi. Keadaan orang semacam ini tidak ubahnya
seperti orang yang digambarkan oleh seorang penyair,
Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila,
namun laila tidak mengakui perkataan mereka
namun laila tidak mengakui perkataan mereka
Berserah Diri Kepada Alloh Dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada
Alloh dengan tauhid, yakni mengesakan Alloh dalam setiap peribadahan
kita. Tidak boleh menujukan satu saja dari jenis ibadah kita kepada
selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak untuk diibadahi. Dia lah
yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan mengatur alam
semesta ini, pantaskah kita tujukan ibadah kita kepada selain-Nya, yang
tidak berkuasa dan berperan sedikitpun pada diri kita?
Semua yang disembah selain Alloh tidak
mampu memberikan pertolongan bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali
pun. Alloh berfirman, “Apakah mereka mempersekutukan dengan
berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedang
berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu
tidak mampu memberi pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan kepada
diri meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi
pertolongan.” (Al -A’rof: 191-192)
Semua yang disembah selain Alloh tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di alam semesta ini. Alloh berfirman, “Dan
orang-orang yang kamu seru selain Alloh tiada mempunyai apa-apa
walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada
mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat
memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat mereka akan
mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan
kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Fathir: 13-14)
Tunduk dan Patuh Kepada Alloh Dengan Sepenuh Ketaatan
Pokok Islam yang kedua adalah adanya
ketundukan dan kepatuhan yang mutlak kepada Alloh. Dan inilah sebenarnya
yang merupakan bukti kebenaran pengakuan imannya. Penyerahan dan
perendahan semata tidak cukup apabila tidak disertai ketundukan terhadap
perintah-perintah Alloh dan Rosul-Nya dan menjauhi apa-apa yang
dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Alloh dan hanya mengharap
wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta
takut akan adzab-Nya.
Kita tidak dibiarkan mengatakan sudah
beriman lantas tidak ada ujian yang membuktikan kebenaran pengakuan
tersebut. Alloh berfirman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” ( Al-Ankabut: 2-3)
Orang yang beriman tidak boleh memiliki pilihan lain apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan keputusan. Alloh berfirman, “Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula perempuan
yang beriman, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka sungguh dia telah sesat
dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Orang yang beriman tidak membantah
ketetapan Alloh dan Rosul-Nya akan tetapi mereka mentaatinya lahir
maupun batin. Alloh berfirman, “Sesungguhnya jawaban orang-orang
beriman, bila mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya agar rosul
menghukum di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan kami
patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nur: 51)
Memusuhi dan Membenci Syirik dan Pelakunya
Seorang muslim yang tunduk dan patuh
terhadap perintah dan larangan Alloh, maka konsekuensi dari benarnya
keimanannya maka ia juga harus berlepas diri dan membenci perbuatan
syirik dan pelakunya. Karena ia belum dikatakan beriman dengan
sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang dicintai Alloh dan
membenci apa yang dibenci Alloh. Padahal syirik adalah sesuatu yang
paling dibenci oleh Alloh. Karena syirik adalah dosa yang paling besar,
kedzaliman yang paling dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat
terhadap Alloh, padahal Allohlah Robb yang telah menciptakan, memelihara
dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua.
Alloh telah memberikan teladan kepada bagi kita yakni pada diri Nabiyulloh Ibrohim ‘alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku syirik dan kesyirikan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:
‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang
kamu sembah selain Alloh, kami mengingkari kamu dan telah nyata antara
kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Alloh saja.’” (Al-Mumtahanah: 4)
Jadi ajaran Nabi Ibrohim ‘alaihis salam
bukan mengajak kepada persatuan agama-agama sebagaimana yang didakwakan
oleh tokoh-tokoh Islam Liberal, akan tetapi dakwah beliau ialah
memerangi syirik dan para pemujanya. Inilah millah Ibrohim yang lurus! Demikian pula Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam
senantiasa mengobarkan peperangan terhadap segala bentuk kesyirikan dan
memusuhi para pemujanya. Inilah tiga pokok ajaran Islam yang harus kita
ketahui dan pahami bersama untuk dapat menjawab pertanyaan di atas
dengan jawaban yang yakin dan pasti. Dan di atas ketiga pokok inilah
aqidah dan syari’ah ini dibangun. Maka kita mohon kepada Alloh semoga
Alloh memberikan taufiq kepada kita untuk dapat memahami agama ini,
serta diteguhkan di atas meniti din ini. Wallohu a’lam…
***Penulis: Abu Hudzaifah Yusuf bin Munasir, Artikel www.muslim.or.idArtikel lain:
Dari Umar ibnul Khaththab –Radhiallahu
‘Anhu berkata: “Ketika kami sedang berada di samping Rasulullah
–Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam pada suatu hari, tiba-tiba
muncullah pada kita orang yang pakaiannya sangat putih, rambutnya sangat
hitam, tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan, dan tidak
seorangpun dari kami yang mengenalnya. Orang tersebut duduk di dekat
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dengan
menyandarkan kedua lututnya ke lutut beliau dan meletakkan kedua
tangannya ke kedua paha beliau.
Orang tersebut berkata: “Hai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam !”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: “Islam ialah hendaknya engkau bersaksi bahwa
tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada
bulan Ramadhan dan berhaji ke Baitullah jika engkau mendapatkan jalan
kepadanya.”Orang tersebut berkata: “Engkau berkata benar.”
Kami heran padanya, ia bertanya kepada Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam namun ia juga membenarkan beliau.
Orang tersebut berkata lagi: “Beritahukan kepadaku tentang iman!”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: “Hendaknya engkau beriman kepada Allah,
Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, Hari Akhir dan
beriman kepada takdir; baik buruknya.”
Orang tersebut berkata: “Engkau berkata benar.” Lalu orang tersebut berkata lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan!.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: “Hendaknya engkau beribadah kepada Allah
seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau tidak melihatNya,
sesungguhnya Dia melihatmu.”
Orang tersebut berkata: “Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat!”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: “Orang yang ditanya tentang hari kiamat tidak
lebih tahu dari orang yang bertanya.” Orang tersebut berkata:
“Beritahukan kepadaku tentang tanda-tanda hari kiamat!”.
Rasulullah–Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: “Budak wanita melahirkan majikannya, engkau
lihat orang yang telanjang kaki, telanjang badan, fakir lagi menggembala
kambing saling meninggikan bangunan.”
Setelah itu orang tersebut pergi dan aku
tetap berada di tempat lama sekali hingga akhirnya Rasulullah
–Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda kepadaku: “Hai
Umar, tahukah engkau siapa penanya tadi?”
Aku menjawab: “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala
Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang
kepadamu untuk mengajarkan agama kepadamu.”
(HR. Muslim).
HAKEKAT DAN KEDUDUKAN TAUHID
Tauhid merupakan kewajiban utama dan
pertama yang diperintahkan Alloh kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat
disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak
mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang
merupakan dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah
urgen bagi kita kaum muslimin untuk mengerti hakekat dan kedudukan
tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Alloh. Bentuk pengesaan ini
terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.
Mengesakan Alloh dalam Rububiyah-Nya
Maksudnya adalah kita meyakini keesaan
Alloh dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Alloh,
seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya,
memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang
merupakan kekhususan bagi Alloh. Hal yang seperti ini diakui oleh
seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang
yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka
menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh
di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta
ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah
membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan?
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah
ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya
orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan
meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah:
‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang
besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka
apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak
ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan
menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu
ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89). Dan yang amat sangat menyedihkan
adalah kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang menganggap bahwa
seseorang sudah dikatakan beragama Islam jika telah memiliki keyakinan
seperti ini. Wallohul musta’an.
Mengesakan Alloh Dalam Uluhiyah-Nya
Maksudnya adalah kita mengesakan Alloh
dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa,
nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai
macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua
ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang merupakan inti
dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum
musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai
perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan
itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum
musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah
hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka
mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui
bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
Mengesakan Alloh Dalam Nama dan Sifat-Nya
Maksudnya adalah kita beriman kepada
nama-nama dan sifat-sifat Alloh yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rosululloh. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Alloh-lah yang
pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an
dan Hadits tersebut (yang dikenal dengan Asmaul Husna). Sebagaimana firman-Nya “Dialah Alloh Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah Asmaaul Husna.” (Al-Hasyr: 24)
Seseorang baru dapat dikatakan seorang
muslim yang tulen jika telah mengesakan Alloh dan tidak berbuat syirik
dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan Alloh
(berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka
dia bukan muslim tulen tetapi dia adalah seorang musyrik.
Kedudukan Tauhid
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat
tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan
tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah
yang banyak sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka
sebagai seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan
sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain Alloh, baik itu kepada wali,
orang shaleh, nabi, malaikat, jin dan sebagainya.
Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia
Alloh berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.”
(Adz-Dzariyat: 56) maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah
mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah
dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat
dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan
penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada
Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian
untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Alloh
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di
antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat
sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami
menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17). “Maka apakah
kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)
Tauhid Adalah Tujuan Diutusnya Para Rosul
Alloh berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam
diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada
Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka
pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan
Rosul kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk
beribadah hanya kepada Alloh semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh
terhadap seruan Rosululloh ini?” Tanyakanlah hal ini pada masing-masing
kita dan jujurlah…
Tauhid Merupakan Perintah Alloh yang Paling Utama dan Pertama
Alloh berfirman, “Sembahlah Alloh dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
(An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang Dia
perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk
menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan
daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada
umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap sangat baik
terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya
terutama hak beribadah hanya kepada Alloh semata.
Itulah hakekat dan kedudukan tauhid di
agama kita, dan setelah kita mengetahui besarnya hal ini akankah kita
tetap bersikap acuh tak acuh untuk mempelajarinya?
***
Penulis: Abu Uzair Boris Tanesia
Artikel www.muslim.or.id
Artikel www.muslim.or.id
http://hilmanswork.wordpress.com/2009/06/20/3-inti-ajaran-islam-iman-islam-dan-ihsan/
Komentar
Posting Komentar